Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

TRADISI di JEMBER, JAWA TIMUR

  Nyekar

Sehari sebelum menjalankan ibadah puasa dibulan Suci Ramadhan,   sebagian  kaum muslim Jember melakukan penyekaran ke makam sanak saudara yang telah meninggal dunia.

Menurut salah satu Warga Desa Mojosari kecamatan Puger Kabupaten Jember Jawa Timur Karmiati, tradisi nyekar ke makam para leluhur sudah dilakukan sejak beberapa puluhan tahun yang lalu hingga saat ini.

Meskipun jarak antara rumah dengan Ibu dan keluarga yang telah meninggal dunia sangat jauh sampai puluhan kilo meter, jika akan memasuki bulan suci ramadhan masyarakat rela menempuhnya.
Upaya tersebut dilakukan masyarakat kabupaten Jember dengan tujuan untuk mengingat keluarga dan mendoakanya agar diampuni segala dosa. 
Tradisi  nyekar  ke makam ternyata memberikan keuntungan tersendiri bagi para penjual bunga, karena mayoritas masyarakat yang akan melakukan penyekaran ke makam para leluhur selalu membawa bunga dengan sejumlah warna dan wewangian khusus.

Tradisi tersebut bermanfaat yakni timbulnya rasa rendah hati dan teringat akan adanya kematian serta mendoakan saudara kita yang telah mati selain juga untuk kontrol diri, namun jika masyarakat salah mengartikanya tentu saja akan menjadi perbuatan yang salah.

 Tradisi Turun Tanah


Masyarakat Dusun Darungan, Desa Kemunig Lor, Kecamatan Arjasa Jember, ternyata masih melestarikan Tradisi Turun Tanah. Dilakukan untuk mensyukuri bahwa sang anak akan bisa berjalan.

Tradisi Turun Tanah ternyata sarat dengan makna kehidupan. Selain mensyukuri bahwa sang anak akan bisa berjalan, juga pelajaran atau hikmah bagi orang tua sang anak.

Hikmah bagi orang tua yang tersirat dalam tradisi Turun Tanah bahwa anak merupakan karunia dan titipan dari Sang Pencipta. Sang anak perlu dibekali dengan pendidikan agama dan umum, agar nantinya bermanfaat dalam kehidupan.

Tradisi Turun Tanah telah hidup dalam masyarakat Indonesia ratusan tahun lamanya. Tradisi ini menjadi kesadaran kolektif bangsa Indonesia.

Tradisi Pegon di Jember


Kendaraan seperti dokar yang ditarik oleh sapi atau sering disebut “pegon” akan ramai diarak ketika hari ke-7 lebaran di kabupaten Jember. Tradisi pegon ini digelar keliling dimulai dari desa Sumber Rejo kecamatan Ambulu dan berakhir di kawasan pantai Watu Ulo.

Tradisi ater-ater


Mendekati hari raya Idul Fitri 1436 H, masyarakat muslim di Jember disibukan dengan berbagai macam tradisi salah satunya yakni tadisi selamatan dan saling mengirim makanan (ater-ater) kerumah tetangga dan saudara dengan jumlah yang sangat banyak dan menghabiskan uang ratusan ribu bahkan jutaan rupiah.

Tradisi selamatan malaman atau selamatan yang dilakukan antara malam 21 Ramadhan sampai hari raya Idul Fitri  masyarakat Jember- Jawa Timur sejak beberapa puluh tahun yang lalu hingga saat ini masih dilakukan,  sehingga menjadi tradisi karena merupakan kebiasaan dilakukan turun temurun. 
Tradisi malaman masyarakat  Jawa muslim  di  daerah  Jember khususnya,  dilakukan dengan cara saling memberikan makanan ke tetangga  serta ke sanak  saudara sehingga jumlah makanan  yang diberikan dan yang diterima seringkali menumpuk dan tidak dimakan kemudian  dibuang. 

Dalam menetapkan waktu selamatan malaman masing-masing keluarga berbeda kadang bersamaan karena ditentukan dari jumlah neptu kepala keluarga dan neptu istri yang ditambah kemudian hasilnya pasti jatuh pada jumlah diantara 21 sampai 30, hasil jumlah tersebutlah yang dijadikan waktu selamatan malaman.

Tradisi tompokan

Warga desa di Kabupaten Jember dan sekitarnya menyambut datangnya Lebaran Idul Fitri dengan tradisi "tompokan", yakni tradisi menyembelih sapi yang dibeli secara patungan untuk menghormati tamu yang berlebaran.




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS


Persamaan & Perbedaan

Sunan Gunung Jati dan Fatahillah


Persamaan antara Fatahillah dengan Sunan Gunung Jati

Hampir semua kepustakaan tentang sejarah Indonesia hingga 1970-an, seperti sejarah Jakarta, Banten, dan Cirebon, masih beranggap Fatahillah sama dengan Sunan Gunung Jati. Pada 1968, sebelum ditemukannya kitab Carita Purwaka Caruban Nagari. Seorang filolog, Prof. Slamet Muljana, dibahas dalam Buku Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara, bahwa Fatahillah adalah seorang muslim China yang sebelumnya bernama Toh A Bo atau Pangeran Timur. Didasarkan pada data kronik Tionghoa yang dari kelenteng Semarang dan kelenteng Talang (Cirebon).
Menurut Muljana, Syarif Hidayat Fatahillah adalah panglima tentara Demak. Ini sama dengan Sunan Gunung Jati. Toh A Bo adalah putra Sultan Trenggana, yaitu Tung Ka Lo. Fatahillah adalah orang kelahiran Demak dan berasal dari bangsawan tinggi, yakni putra Sultan Demak.
Nama Fatahillah kemudian dipakai oleh Toh A Bo ketika dia dinobatkan sebagai Sultan Banten. Pada 1552 dia meninggalkan Banten dan menetap di Cirebon serta mendirikan kesultanan Cirebon. Kesultanan Banten di Hasanuddin. Pada 1570 Fatahillah wafat dan dimakamkan di Sembung, Bukit Gunung Jati.
Perbedaan atara Fatahillah dengan Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati adalah seorang ulama besar dan muballigh yang lahir turun-temurun dari para ulama keturunan cucu Muhammad, Imam Husayn. Syarif hidayatullah adalah cucu raja pajajaran dan seorang penyebar agama islam di jawa barat yang kemudian disebut sunan gunung jati. Ada juga yang menyebutkan, bahwa nama asli Sunan Gunung Jati adalah Syarif Hidayatullah putra Syarif Abdullah putra Nurul Alam putra Jamaluddin Akbar. Jamaluddin Akbar adalah Musafir besar dari Gujarat, India yang memimpin putra-putra dan cucu-cucunya berdakwah ke Asia Tenggara, dengan Campa (pinggir delta Mekong, Kampuchea sekarang) sebagai markas besar. Salah satu putra Syekh Jamaluddin Akbar (lebih dikenal sebagai Syekh Maulana Akbar) adalah Syekh Ibrahim Akbar (ayah Sunan Ampel).
Fatahillah adalah seorang Panglima Pasai, bernama Fadhlulah Khan, orang Portugis melafalkannya sebagai Falthehan. Ketika Pasai dan Malaka direbut Portugis, ia hijrah ke tanah Jawa untuk memperkuat armada kesultanan-kesultanan Islam di Jawa (Demak, Cirebon dan Banten) setelah gugurnya Raden Abdul Qadir bin Yunus (Pati Unus, menantu Raden Patah Sultan Demak pertama).
Pada akhir 1990-an, Sultan Sepuh Cirebon membuka perbedaan dua tokoh ini dengan adanya bukti dua buah makam yang berbeda. Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati sebenarnya dimakamkan di Gunung Sembung, sementara Fatahillah yang merupakan menantu sekaligus Panglima Perang dimakamkan di Gunung Jati.
Menurut Saleh Danasasmita, Fatahillah masih berkerabat dengan Walisongo karena kakek buyut beliau Zainal Alam Barakat adalah adik dari Nurul Alam Amin (kakek Sunan Gunung Jati) dan kakak dari Ibrahim Zainal Akbar (ayah Sunan Ampel) yang semuanya adalah putra-putra Syekh Maulana Akbar dari Gujarat,India.
 Sudah terbukti bahwa Raden fathillah dengan Sunan Gunung Jati berbeda orang. Sunan Gunung Jati adalah mertua dari Fatahillah. Serta bukti makam yang berbeda, menjadikan bukti yang semakin kuat.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS